Angklung Simbol Harmoni dalam Sejarah, Budaya, dan Pengakuan Dunia

Angklung Simbol Harmoni dalam Sejarah, Budaya, dan Pengakuan Dunia

Angklung adalah salah satu alat musik tradisional Indonesia yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara digoyangkan. Suara angklung yang merdu tidak hanya memikat pendengarnya, tetapi juga menyimpan sejarah panjang dan peran penting dalam kebudayaan Indonesia. Sebagai warisan budaya, angklung telah mengalami berbagai perkembangan dari masa lalu hingga kini, dan bahkan memperoleh pengakuan internasional dimana UNESCO menyatakan setiap tanggal 16 November adalah sebagai HARI ANGKLUNG INTERNASIONAL.

Artikel ini akan membahas sejarah angklung, peran dalam literatur, kehadirannya dalam budaya dan perayaan, serta pengakuan yang diterimanya di dunia internasional.

Sejarah Angklung

Angklung memiliki akar sejarah yang mendalam dan berusia ratusan tahun. Alat musik ini pertama kali muncul di daerah Sunda, Jawa Barat, dan diperkirakan sudah ada sejak masa Kerajaan Sunda pada abad ke-7 hingga abad ke-16. Pada awalnya, angklung digunakan sebagai bagian dari ritual keagamaan dan kepercayaan masyarakat agraris Sunda. Alat musik ini dianggap sebagai sarana untuk memanggil Dewi Sri, dewi kesuburan dan padi, dalam rangka memohon keberkahan untuk hasil panen.

Salah satu mitos yang terkait dengan angklung adalah cerita tentang Nyai Sri Pohaci. Menurut kepercayaan masyarakat Sunda, Nyai Sri Pohaci adalah perwujudan Dewi Sri, dewi kesuburan yang bertanggung jawab atas pertumbuhan padi dan kemakmuran. Mitos ini menceritakan bahwa angklung dimainkan untuk menghormati dan memanggil Nyai Sri Pohaci agar memberikan berkahnya kepada masyarakat. Bunyi angklung yang bergema dipercaya dapat menarik perhatian sang dewi, sehingga panen akan melimpah dan hasil pertanian menjadi subur.

Pada masa penjajahan Belanda, angklung mengalami perubahan fungsi. Jika sebelumnya lebih banyak digunakan dalam upacara keagamaan dan ritual, maka dalam periode ini, angklung mulai dimainkan dalam berbagai acara hiburan dan seni pertunjukan. Pengaruh budaya luar dan perkembangan musik modern turut mendorong modifikasi angklung sehingga dapat memainkan nada-nada diatonis, tidak hanya pentatonis seperti pada versi aslinya.

Angklung dalam Literatur

Angklung juga mendapatkan tempat dalam literatur Indonesia. Dalam berbagai karya sastra dan penelitian etnomusikologi, angklung kerap disebut sebagai simbol perlawanan, harmoni sosial, dan warisan yang kaya akan nilai historis. Salah satu contohnya adalah dalam catatan kolonial, di mana angklung digunakan untuk mengobarkan semangat juang rakyat Sunda melawan penjajah.

Dalam karya-karya modern, angklung sering menjadi simbol kebanggaan budaya. Beberapa penulis kontemporer memanfaatkan angklung sebagai metafora untuk keberagaman dan kebersamaan. Misalnya, dalam puisi dan prosa, bunyi angklung yang harmonis kerap diibaratkan sebagai potret masyarakat yang bersatu meskipun terdiri dari berbagai latar belakang.

Budaya dan Perayaan

Di Indonesia, angklung memainkan peran penting dalam berbagai perayaan dan festival budaya. Salah satu acara paling terkenal yang melibatkan angklung adalah Festival Angklung di Bandung. Acara ini mengumpulkan ribuan pemain angklung dari berbagai usia untuk memainkan lagu-lagu tradisional dan modern dalam sebuah pagelaran massal.

Angklung juga sering dimainkan dalam upacara pernikahan adat, upacara kemerdekaan, dan acara-acara resmi kenegaraan. Permainan angklung dalam perayaan ini bukan hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai wujud pelestarian budaya dan penyatuan identitas bangsa.

Pada tingkat pendidikan, angklung diajarkan di sekolah-sekolah sebagai bagian dari kurikulum seni budaya. Hal ini tidak hanya mengajarkan keterampilan bermusik kepada para siswa, tetapi juga menanamkan rasa cinta dan bangga terhadap budaya lokal. Sekolah-sekolah di Jawa Barat bahkan memiliki program ekstrakurikuler angklung untuk mendorong minat siswa dalam musik tradisional.

Pengakuan Dunia

Angklung memperoleh pengakuan internasional pada 16 November 2010 ketika UNESCO memasukkannya ke dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia. Pengakuan ini adalah hasil dari upaya berbagai pihak, termasuk para budayawan dan pemerintah Indonesia, untuk melestarikan angklung dan memperkenalkannya ke dunia.

Pengakuan ini memiliki arti penting karena memperkuat posisi angklung sebagai simbol kebanggaan nasional. Dengan masuknya angklung dalam daftar UNESCO, alat musik ini tidak hanya menjadi milik masyarakat Indonesia, tetapi juga diakui sebagai warisan budaya dunia yang perlu dijaga dan dilestarikan. Hal ini membuka peluang bagi angklung untuk dikenal lebih luas dan tampil di berbagai panggung internasional.

Salah satu momen bersejarah adalah ketika Saung Angklung Udjo, sebuah pusat budaya di Bandung yang didirikan oleh Udjo Ngalagena, mengadakan pertunjukan dan workshop di luar negeri. Dengan pertunjukan ini, angklung berhasil memikat hati banyak orang dari berbagai negara. Penonton dari berbagai belahan dunia terkesima melihat bagaimana bunyi yang dihasilkan dari bambu bisa menciptakan harmoni yang begitu indah.

Angklung dan Modernisasi

Di era modern, angklung telah mengalami berbagai adaptasi untuk tetap relevan dengan perkembangan zaman. Beberapa komposer dan musisi Indonesia menggabungkan angklung dengan alat musik modern, seperti gitar, piano, dan drum, untuk menghasilkan musik yang unik dan beragam. Perpaduan ini membantu angklung menarik minat generasi muda dan menunjukkan bahwa alat musik tradisional dapat bersanding dengan musik kontemporer.

Bahkan, munculnya aplikasi digital dan platform pembelajaran online membuat angklung dapat dipelajari oleh siapa saja di seluruh dunia. Inovasi-inovasi ini membantu mempertahankan eksistensi angklung dalam konteks global dan menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya melestarikan alat musik tradisional ini.


Kini, ... Angklung bukan sekadar alat musik; ia adalah simbol dari kebersamaan, keharmonisan, dan warisan budaya yang kaya. Dari sejarah panjangnya di tanah Sunda, perannya dalam literatur dan budaya, hingga pengakuan internasional yang diperolehnya, angklung terus menginspirasi dan menjadi bagian integral dari identitas Indonesia. Pengakuan UNESCO menjadi penegasan bahwa angklung adalah aset dunia, mengingatkan kita semua bahwa pelestarian budaya bukan hanya tugas satu bangsa, tetapi tanggung jawab global.

Melalui berbagai perayaan, modernisasi, dan upaya pelestarian, angklung akan terus mengalun dan menjadi pengingat akan keindahan harmoni yang tercipta saat keberagaman bekerja bersama.