Gerakan Cinta Tanah Air di lingkungan Gereja Katolik Indonesia

Gerakan Cinta Tanah Air di lingkungan Gereja Katolik Indonesia

“Kewajiban warga negara ialah bersama para pejabat mengembangkan kesejahteraan umum masyarakat dalam semangat kebenaran, keadilan, solidaritas, dan kebebasan. Cinta kepada tanah air dan pengabdian untuk tanah air adalah kewajiban terima kasih (duty of gratitude) dan sesuai dengan tata cinta kasih. Ketaatan kepada wewenang yang sah dan kesiagaan untuk kesejahteraan umum menghendaki agar para warga negara memenuhi tugasnya dalam kehidupan persekutuan negara.” – Katekismus Gereja Katolik 2239



Pada setiap bulan Mei atau Bulan Maria , setiap  umat di Keuskupan Gereja Katolik Indonesia selalu mengadakan gerakan doa Rosario. Salah satu gerakan yang dinisiasi oleh Keuskupan Agung Jakarta sejak 2016 ini adalah  ditandai dengan pembuatan untaian rosario dari butiran manik-manik berwarna merah dan putih, dan juga mengangkat intensi doa khusus untuk bangsa dan negara Indonesia melalui doa Rosario di bulan Mei.

 

Sebuah gerakan unik, penggabungan antara gerakan Gereja universal dan lokal yang membuktikan bahwa Gereja Katolik memiliki perhatian kepada wilayah setempat dimana umat Katolik berada. Juga menjadi bukti bahwa Gereja peduli dengan permasalahan bangsa.


Warna merah dan putih yang merupakan warna khas bendera Indonesia yang digunakan dalam untaian rosario ini, juga mengingatkan kita kepada “ Ibu Pertiwi ” dan semboyan Mgr Soegijapranata, sebagai Uskup Pribumi pertama Indonesia yaitu  “100% Katolik dan 100% Indonesia”, mencintai Allah dalam Gerejanya dan  juga sekaligus wajib mencintai tanah air Indonesia.


Alm. Uskup Agung Soegijapranata berkata demikian:

Jika kita merasa sebagai orang Kristen yang baik, kita semestinya juga menjadi seorang patriot yang baik. Karenanya, kita merasa bahwa kita 100% patriotik sebab kita juga merasa 100% Katolik. Malahan, menurut perintah keempat dari Sepuluh Perintah Allah, sebagaimana tertulis dalam Katekismus, kita harus mengasihi Gereja Katolik, dan dengan demikian juga mengasihi negara, dengan segenap hati. - Soegijapranata, dikutip dalam Subanar (2005, p. 82)

 

Perhatikan, ada satu hal penting lagi yang harus ditekankan. Cinta kepada tanah air merupakan kebajikan Kristiani, suatu kewajiban bagi seorang Katolik.

 

Dengan kata lain, mencintai tanah air bukanlah sebuah pilihan, bukan sesuatu yang opsional. Mencintai tanah air adalah kewajiban, sebuah kewajiban yang mengalir berasal dari syukur dan terima kasih. Gereja Katolik mengajarkan bahwa mencintai tanah air merupakan salah satu wujud dari perintah ke-4 dari 10 Perintah Allah. Umat Katolik memiliki kewajiban untuk melayani dan mencintai orang tuanya, yang telah memberikannya kehidupan dan membesarkannya. Demikian juga, sebagai “rahim” peradaban dan masyarakat tempat di mana kita dibesarkan, tanah air kita layak untuk mendapatkan pelayanan dan cinta kita. Sebagai seorang Katolik, kita terikat oleh cinta kasih untuk melayani dan berkarya bagi kebaikan tanah air Indonesia kita.


Kita sadar, bangsa dan negara kita saat ini sedang membangun. Dalam berbagai aspek pembangunan itu, tentu banyak menghadapi tantangan. Maka sudah selayaknya, jika dalam pembangunan tersebut kita memohon doa restu kepada Bunda Maria dan Ibu Pertiwi agar segenap masyarakat bisa bersatu padu dan para pemimpinnya bisa mewujudkan masyarakat adil dan makmur di tanah air ini.

 

Kiranya, gerakan yang dinisiasi  ini tidak berhenti dalam kegiatan doa saja, tetapi juga diikuti dengan aneka tindakan. Dengan ikut terlibat aktif dalam kegiatan masyarakat, juga dengan pembangunan moral bangsa yang dimulai dari dari diri kita sendiri, sebelum mengajak orang lain untuk turut serta membangun moralitas bangsa menjadi lebih baik.

 

Gereja Katolik Indonesia berharap, gerakan ini selalu berlanjut dilakukan terus menerus di setiap tahun oleh setiap umat Katolik di wilayahnya masing-masing dan semangatnya menyebar tidak hanya di kalangan umat Katolik Indonesia tetapi juga bisa memicu kelompok agama lain untuk ikut serta menggalakkan misi gerakan cinta kepada tanah air.

 

 

Penulis : Satryo Vincentius